Jumat, 27 November 2009

Nilai Tradisi dan Keagamaan

(http://sangmaneku.files.wordpress.com/2007/12/toraja.jpg)


Dalam kepercayaan asli masyarakat Tana Toraja yang disebut Aluk Todolo, kesadaran bahwa manusia hidup di Bumi ini hanya untuk sementara, begitu kuat. Prinsipnya, selama nggak ada orang yang bisa menahan Matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun nggak mungkin bisa ditunda.

Sesuai mitos yang hidup di kalangan pemeluk kepercayaan Aluk Todolo, seseorang yang telah meninggal dunia pada akhirnya akan menuju ke suatu tempat yang disebut puyo; dunia arwah, tempat berkumpulnya semua roh. Letaknya ada di selatan tempat tinggal manusia. Tapi nggak setiap arwah orang yang meninggal itu bisa langsung masuk ke puyo. Untuk sampai ke sana perlu didahului upacara penguburan sesuai status sosial semasa ia hidup. Jika nggak diupacarakan atau upacara yang dilangsungkan tidak sempurna sesuai aluk yang bersangkutan tidak dapat mencapai puyo. Jiwanya akan tersesat. Seremnya... Makanya nggak heran deh kalau orang Toraja taat baget sama aturan ini.

Selama orang yang meninggal dunia itu belum diupacarakan, ia akan jadi arwah dalam wujud setengah dewa. Roh yang merupakan penjelmaan dari jiwa manusia yang telah meninggal dunia ini mereka sebut tomebali puang. Sambil menunggu korban persembahan untuknya dari keluarga dan kerabatnya lewat upacara pemakaman, arwah tadi dipercaya tetap memperhatikan kehidupan keturunannya.

Banyak baget bentuk tradisi yang dilakukan secara turun-temurun oleh para penganut kepercayaan Aluk Todolo, termasuk ritus upacara kematian adat Tana Toraja. Walaupun terjadi perubahan di sana-sini, kebiasaan itu nggak hanya dijalankan oleh para pemeluk Aluk Todolo, masyarakat Tana Toraja yang beragama Kristen dan Katolik juga masih melaksanakannya. Berarti ini juga menandakan orang-orang Toraja walaupun sudah dipengarghi budaya lain, mereka tetap melaksanakan bugaya sendiri. Nah,ini baru patut dicontoh sama kita sebagai anak muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar